“Guru mengajar harus berdiri di depan kelas, tidak boleh
mondar-mandir, tidak boleh duduk”
“Guru harus menjelaskan di depan kelas dan memenuhi papan tulis dengan tulisan”
“Murid nakal suruh nunggu di luar ruangan, jangan diizinkan
ikut belajar”
“Kelas yang bagus itu muridnya diam, duduk, tangannya rapi,
tidak ada yang boleh berbicara, dan wajahnya lurus ke depan”
Begitulah sedikit cerita yang
sering saya dengar saat saya memulai berkarir sebagai guru. Kurangnya informasi
dan pengetahuan yang saya miliki tentang dunia pendidikan membuat saya berpikir
bahwa hal tersebut adalah hal yang sepatutnya kita lakukan. Konsep mengajar
belajar masa lalu yang keras, penuh hukuman terus membudaya, tidak bisa hilang
seolah sudah terpatri dibenak setiap guru di mana hal tersebut dianggap memudahkan
guru untuk mengajar dan bukan bertujuan untuk memudahkan siswa untuk belajar.
Maklum, guru masih merasa dirinya adalah pusat ilmu pengetahuan, harus
dihormati setinggi-tingginya meskipun tidak melaksanakan kewajiban secara
semestinya. Guru mulai berpikir efesien dalam bekerja dengan menggunakan
cara-cara yang tidak baik. Kalau untuk diri sendiri boleh saja berpikir efesien
agar cepat selesai, tetapi kalau untuk pembelajaran murid? Tidak, kita tidak
bisa berefesien untuk hal tersebut. Ada proses yang harus mereka lalu. Sekalipun
kondisi saat ini memaksa kita untuk belajar secara jarak jauh tapi bukan
berarti kita boleh menshare tugas begitu saja dan dengan seenaknya menghakimi
mereka. “Anak itu bodoh! Itu orang tuanya yang bantuin!”. “Tidak berkualitas! Tugasnya
dibantu orang tua? Aslinya anaknya kan tidak aktif di sekolah”. Banyak
guru-guru berkata seperti itu dan mereka lupa bahwa sesungguhnya guru bisa
berbentuk apa saja dan ingin rasanya saya bertanya balik, “Apakah jika anda
yang mengajar akan lebih baik dari itu?”. Namun, saya hanya diam saja karena
saya pun tidak tahu harus berbuat apa untuk mengupayakan hal yang terbaik untuk
siswa. Apakah saya harus menerapkan hal-hal seperti yang dikatakan kebanyakn
guru di masa lalu atau mencari solusi terbaik. Hal itulah yang terjadi saat
saya belum mengetahui pemikiran KHD mengenai pendidikan. Namun, setelah
mempelajari filosofi Pemikiran Ki Hajar Dewantara membuat saya melihat secercah
harapan untuk menyelamatkan pendidikan anak-anak saat ini.
Apa Filosofi Pemikiran Ki Hajar
Dewantara terhadap Pendidikan?
Ki Hadjar Dewantara (KHD)
membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam memahami arti dan tujuan
Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan.
Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk
kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding)
memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia
mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya baik sebagai seorang
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan
dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala
kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup
berbudaya dalam arti yang seluasluasnya”
Filosofi tersebut mengajarkan
kepada kita (guru) untuk mengajar sesuai dengan segala kondisi yang dimiliki
oleh siswa, kondisi yang dimaksud adalah kodrat alam dan kemerdekaan.
Menurut pandangan Ki Hajar
Dewantara, belajar tidak hanya di sekolah, belajar juga bisa dilakukan di rumah
dan juga masyarakat, hal ini disebut dengan Tri Pusat Pendidikan. Lantas apa
saja yang bisa diperoleh dari Tri Pusat Pendidikan?
1. Lingkungan Keluarga :
pendidikan penuh kasih tulus dari orang tua tanpa pamrih, merupakan pendidikan
yang pertama dan utama kepada pembinaan watak dasar seorang siswa.
2. Lingkungan Sekolah : secara
formal merupakan titipan orang tua siswa kepada sekolah tempat belajar ilmu dan
adab.
3. Lingkungan Masyarakat :
mendidik sang anak dengan learning by doing dalam pergaulan masyarakat.
Kegiatan kemasyarakatan yang positif membantu pembentukan watak sang anak dan
harus dijauhkan dari kontaminasi pergaulan yang negatif.
Tripusat Pendidikan dianggap
sebagai sebuah ekosistem pendidikan dimana setiap unsurnya harus saling
bersinergi.
Apa yang berubah dari
pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari Filosofi Pemikiran Ki hajar
Dewantara?
Yang berubah dari pemikiran saya setelah mempelajari filosofi pemikiran
Ki Hajar Dewantara yaitu pandangan saya mengenai cara mengajar yang baik yaitu
mengajar dengan menyesuaiakan dengan karakter siswa. Saya sebagai guru SD harus
sadar diri bahwa yang saya ajar adalah anak-anak. Kodrat anak-anak adalah
bermain. Maka belajar yang baik untuk anak-anak pun harus menyenangkan. Kita
selalu membedakan bermain dengan belajar, kita selalu berpandangan bermain
bukanlah belajar padahal hal yang paling kodrati untuk anak-anak adalah bermain
karena menyenangkan. Jadi pilihan yang tepat untuk belajar anak adalah
pembelajaran yang menyenangkan.
Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya
mencerminkan pemikiran KHD?
Yang bisa saya terapkan nanti adalah
pembelajaran dengan metode among. Metode ini dinilai sangat efektif untuk
mewujudkan merdeka belajar. Metode ini memberikan kemerdekaan bagi siswa untuk
memilih cara belajarnya dan hal lainnya agar mereka lebih mendalami tujuan dari
pembelajaran dengan tetap mendapat pendampingan dari gurunya agar siswa tidak
keluar jalur dari tujuan dan suasana belajar tetap tertib dan damai. Bagaimana
metode ini diterapkan? Penerapan metode among dapat dilihat dari Trilogi
Pendidikan :
1. Tut wuri handayani :
memerdekakan siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya, sedang guru/pamong
membina dari belakang tidak boleh sekedar mendikte. Diutamakan pada tingkat
Taman Muda (SD).
2. Ing Madya Mangun Karsa :
mendorong siswa agar dapat proaktif berbaur dan memotivasi siswa dalam KBM guna
aktif meningkatkan kualitas pendidikan (setiakawan, kerjasama, kreatif,
inovasi, laku praktek) pada tingkat Pendidikan Dasar hingga Perguruan Tinggi.
3. Ing Ngarso Sung Tulodho :
memberi teladan kepada siswa agar dapat menjadi contoh bagi sesama dan
yuniornya. Pengabdian kepada sesama dan masyarakat dengan semboyan ilmu amaliah
dan amal ilmiah, demi kemaslahatan masyarakat luas bukan sekedar untuk golongan
atau pribadinya.
No comments:
Post a Comment