Saturday, April 22, 2023

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING


A.    Model Pembelajaran Discovery

 a.        Pengertian Model Pembelajaran Discovery

Penemuan (discovery) merupakan suatu model yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Dalam pembelajaran discovery kegiatan atau pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep siswa melakukan penagamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan. Discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.

Model pembelajaran discovery adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi apabila materi pembelajaran tidak disajikan dengan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik itu sendiri yang mengorganisasi sendiri (Kurniasih & Sani, 2014:64). Sedangkan menurut Budiningsih, (2005:43) pengertian model pembelajaran discovery diartikan pula sebagai cara belajar memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Hosnan (2014:282) mengatakan bahwa model discovery learning suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan. Sehingga dapat disimpulkan model pembelajaran discovery learning adalah model pembelajaran yang dirancang agar siswa menemukan dan mengorganisasikan sendiri konsep, teori atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpainya.

b.        Latar Belakang Munculnya Model Discovery Learning

Belajar discovery (belajar penemuan) merupakan pendekatan Bruner dimana siswa belajar dengan caranya sendiri untuk menemukan prinsip-prinsip dasar. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari setiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar tersebut diperlukan model pembelajaran discovery learning sehingga siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang sudah diketahui.

Menurut Bruner (dalam Budiningsih, 2005:41) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap, yaitu : tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.

1.        Tahap enaktif (2-7 tahun), pertumbuhan intelektual seseorang ditandai oleh aktivitas atau tindakan. Dalam tahap ini, anak belajar untuk mengalami dunia melalui kontak langsung dengan lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan. Pada tahap ini anak mulai dapat memahami beberapa aspek realita atau kejadian tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata.

2.        Tahap ikonik (7-12 tahun), seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi herbal dan anak menggunakan semacam ikon atau gambaran mental tentang objek untuk mendapatkan pengetahuan dan untuk meningkatkan pemahamannya. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan. Pada tahap ini ketika materi pembelajaran yang bersifat abstrak, dipelajari oleh siswa dengan menggunakan ikon, gambar, atau diagram yang menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkret. Dengan demikian, topik pembelajaran yang bersifat abstrak akan diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati oleh siswa. (Thobroni dan Mustofa, 2012:100)

3.        Tahap simbolik (lebih dari 12 tahun), seseorang telah mampu memiliki ide- ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

c.         Langkah-langkah Model Discovery Laerning


Fase-fase penerapan model pembelajaran penemuan (Discovery Based Learning atau Discovery Learning) adalah sebagai berikut:

Fase 1 Stimulation (pemberian stimulus)

Guru memberikan sesuatu rangsangan kepada siswa yang menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Bentuk rangsangan dapat berupa pertanyaan, gambar, benda, cerita, fenomena, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan menemukan suatu konsep.

Fase 2 Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan disajikan untuk stimulus. Dari masalah tersebut, dirumuskan jawaban sebagai dugaan sementara (hipotesis).

Fase 3 Data collection (pengumpulan data)

Siswa mengumpulkan informasi yang relevan untuk membuktikan kebenaran hipotesis atau menemukan suatu konsep. Data dapat diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

Fase 4 Data processing (pengolahan data)

Siswa mengolah data yang telah dikumpulkan. Pengolahan data dalam rangka mengarahkan kepada konsep yang akan dicapai.

Fase 5 Verification (memverifikasi)

Siswa melakukan pemeriksaan kebenaran hipotesis terkait dengan hasil pengolahan data processing.

Fase 6 Generalization (penarikan kesimpulan/ generalisasi)

Siswa diajak untuk melakukan generalisasi konsep yang sudah dibuktikan untuk kondisi umum.

d.         Keunggulan dan Kelemahan Model Discovery Learning

     Berikut kelebihan atau keunggulan pengetahuan yang diperoleh dengan belajar discovery atau penemuan menunjukkan adalah sebagai berikut:

1.        Pengetahuan itu akan bertahan lebih lama atau lama dapat diingat, mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara yang lain.

2.        Sebagian itu belajar penemuan memiliki hasil belajar yang mempunyai efek transfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya. Artinya konsep-konsep yang ditemukan menjadi milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru atau pada saat dibutuhkan.

3.        Disisi lainnya secara menyeluruh belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran belajar suatu topik, meningkatkan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan sistimatis. Khususnya lagi belajar penemuan mampu melatih keterampilan kognitif pelajar untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran Discovery sebagai berikut:

1.        Dari sekian bidang studi yang ada, tidak semua bidang studi atau sub judul bidang studi dapat dilakukan dengan teori belajar penemuan.

2.        Tidak semua peserta didik mampu diajak kerja sama melakukan proses

berpikir sebagaimana yang diharapkan.

3.        Sulitnya teori ini diterapkan pada budaya masyarakat yang berlainan antara satu daerah dengan daerah yang lain.

4.        Teori ini relatif sulit karena akan memakan waktu yang relatif lama, dikarenakan siswa kurang terbiasa untuk melakukan proses berpikir individu juga kelompok.

B.     Kompetensi Peserta Didik

Ada banyak literature yang memberi ulasan tentang keterampilan abad 21. Pada intinya semua ahli akan menjadikan dasar ciri-ciri abad 21 untuk mengambil dan memutuskan bentuk keterampilan yang harus dimiliki. Wagner (2010) menyampaikan tentang The Seven Survival Skills for Careers, College, and Citizenship yang terdiri dari (1) kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) kolaborasi dan kepemimpinan, (3) ketangkasan dan kemampuan beradaptasi, (4) inisiatif dan berjiwa entrepeneur, (5) mampu berkomunikasi efektif baik secara oral maupun tertulis, (6) mampu mengakses dan menganalisis informasi, dan (7) memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi. Tujuannya agar peserta didik kita dapat menghadai kehidupan yang komplek ini, bermanfaat bagi dunia kerja, dan tanggungjawab sebagai warga negara.

Menurut Binkley, M. at.al (2010), dari The University Of Melbourne, menyampaikan sepuluh keterampilan yang identifikasi menjadi empat kelompok sebagai berikut: Cara berpikir meliputi (1). Kreativitas dan inovasi, 2). Pemikiran kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, 3). Pembelajaran untuk belajar, metakognisi); Cara kerja: (4). komunikasi, 5). kolaborasi (kerja sama tim)); Alat untuk bekerja meliputi: (6). Melek informasi, 7). ICT literacy), Hidup di dunia meliputi: (8). Kewarganegaraan - lokal dan global, 9). Hidup dan karir, 10). Tanggung jawab pribadi & sosial - termasuk kesadaran dan kompetensi budaya). US-based Seminar Nasional Edusainstek Partnership for 21st Century Skills (P21), mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs”- communication, collaboration, critical thinking, dan creativity.

            Dalam tugas ini, kompetensi yang dipilih adalah collaboration dan critical thinking. Hal ini sesusai dengan sintaks dari model pembelajaran Discovery Learning dimana inti dari kegiatan tersebut adalah siswa berkolaborasi dan berpikirkritis untuk menemukan suatu sesuatu.

C.    Implementasi Model Pembelajaran Discovery Learning

Sintaks DL

Kegiatan pembelajaran

Siswa

Kompetensi

PemberianRangs angan(Stimulasi)

Kegiatan awal

1.          Guru mempersiapkan perlengkapan dan media yang digunakan selama proses pembelajaran, seperti: laptop, proyektor, lembar kerja siswa, dan alat tulis.

2.          Guru memeriksa memeriksa kesiapan siswa.

3.          Guru membuka pelajaran dengan melakukan doa bersama, dan menngucapkan salam.

4.          Guru melakukan apersepsi tentang materi pelajaran yang akan disampaikan melalui penggunaanmedia PowerPoint.

 

Klasikal

 

 

 

Klasikal Klasikal

 

Klasikal

 

PernyataanMasal ah (Problem steatment)

Kagiataninti

1.          Guru membagi siswa menjadi 7 kelompok.

2.          Guru       membagikan        lembar               kerja siswauntuk setiap kelompok.

3.          Guru    mengajak    siswa    di            lingkungan sekolah untuk mencari sumber yang tepat.

Kelompok Kelompok Kelompok

Kolaborasi

Pengumpulan data (Data collection)

4.     Guru menyuruh siswa untuk menuliskan hasil temuan di lapangan.

Kelompok

Berpikir Kritis

Pengolahan data (Data prossesing)

5.          Guru menyuruh siswa untuk menganalisis, dan mengelompokkan data temuannya sesuai dengan masalah.

6.          Guru menyuruh siswa memeriksa kembali hasil yang didapat selama berada di lingkungan sekolah.

Kelompok Kelompok

Pembuktian (Verification)

7.          Guru menyuruh siswa mencocokkan hasil temuannya dengan hipotesis yang dibuat, mengkonsultasikan hasilnya dengan guru.

8.          Guru mengarahkan setiap siswa membagi temuannya kepada kelompok lainnya untuk saling memberi masukan.

Kelompok Kelompok

 

PenarikanKesimp ulan

(Generalization)

9.     Guru menyuruh masing-masing kelompok mempresentasikan hasil di depan kelas.

Kelompok

 

PenarikanKesimp ulan (Generalization)

Penutup

10.        Guru dan siswa menyimpulkan tentang materi yang dipelajari.

11.        Guru       mengingatkan       siswa               untuk mempelajari materi pelajaran berikutnya.

12.        Guru             menutuppelajaran,                     dan mengucapkansalam

 

Klasikal Klasikal

 

Klasikal

 

 

DAFTAR RUJUKAN

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.

 

Kardi, Soeparman. 2003. Merancang Pembelajaran Menggunakan Model Inkuiri.

Surabaya: UNS.

 

Kurniasih, Imas dan Sani, Berlin. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena.

 

Majid, Abdul. 2015. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rosdakarya.

 

Sumantri, Mulyana dan Johar Permana. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.

 

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2012. Belajar dan Pembelajaran.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

 

Wina, Sanjaya, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

 

No comments:

Post a Comment